Contoh Makalah Ulumul Qur'an : SYARAT-SYARAT DAN ETIKA MUFASIR
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Kita tahu ,bahwa tafsir merupakan salah satu jalan untuk memahami kitab suci Al-Qur’an yang di turunkan Allah Kepada Nabi Muhammad SAW Sebagai pedoman hidup manusia agar selamat baik ketika di dunia sampai akhirat kelak sangat mustahil seseorang akan paham Al-Qur’an secara sempurna kalau tidak tahu tentang tafsirannya.
Dan sedangkan tafsir tidak akan ada jika seorang mufassir tidak ada. Seorang mufassir di gantungi harapan besar oleh seluruh umat islam di dunia. Karena Al-Qur’an adalah pedoman pokok umat islam yang perlu di pahami arti dan maksudnya menggunakan ilmu tafsir. dan tafsir Al-Qur’an di buat oleh seorang mufassir. Menjadi seorang mufassirpun tidaklah mudah, karena ada banyak syarat dan adab yang harus terpenuhi.
Maka dari itu dalam makalah ini akan dijelaskan tentang syarat dan adab (etika) seorang Mufassir.
2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Mufassir ?
2. Apa syarat-syarat yang di perlukan bagi seorang Mufassir ?
3. Apakah ada adab (etika) yang harus melekat dalam diri seorang Mufassir ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN TAFSIR DAN MUFASIR
Imam Az-Zarkasy dalam kitabnya, Al-Burhân fî ‘Ulûm Al-Qurân, mendefinisikan tasfir sebagai “Ilmu untuk memahami Kitabullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam, menjelaskan maknanya, serta menguraikan hukum dan hikmahnya.”
Sementara itu, tafsir menurut Imam Jalaluddin As-Suyuthy adalah: “Ilmu yang membahas maksud Allah ta‘ala sesuai dengan kadar kemampuan manusiawi yang mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan pemahaman dan penjelasan makna”. Tafsir adalah aktivitasnya, sedangkan pelakunya disebut sebagai mufassir.
Menurut Husain bin Ali bin Husain Al-Harby Mufassir adalah “orang yang memiliki kapabilitas sempurna yang dengannya ia mengetahui maksud Allah ta‘ala dalam Al-Quran sesuai dengan kemampuannya. Ia melatih dirinya di atas manhaj para mufassir dengan mengetahui banyak pendapat mengenai tafsir Kitâbullâh. Selain itu, ia menerapkan tafsir tersebut baik dengan mengajarkannya atau menuliskannya.”
2. SYARAT-SYARAT DAN ETIKA MUFASSIR
Untuk menerjuni sesuatu ilmu apapun, seseorang perlu mengetahui dasar-dasar umum dan ciri-ciri khasnya. Ia terlebih dahulu harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang ilmu tersebut dan ilmu-ilmu lain sebagai penunjang yang diperlukan dalam kadar yang dapat membantunya mencapai tingkat ahli dalam disiplin ilmu tersebut sehingga di saat memasuki detail permasalahannya ia telah memiliki dengan lengkap kunci pemecahannya.
Begitupun juga ilmu tafsir. Kajian Ilmu tafsir merupakan aktifitas yang harus memperhatikan dan mengetahui sejumlah syarat dan adab (etika) agar, dengan demikian, jernihlah saluran-Nya serta terpelihara keindahan wahyu dan ke’agungan-Nya.
Syarat-syarat Mufasir
1. Akidah yang lurus
Sebab akidah berpengaruh terhadap jiwa pemiliknya dan seringkali mendorongnya untuk mengubah nas-nas dan berkhianat dalam peyampaian berita. Apabila seseorang menyusun sebuah kitab tafsir ,maka di ta’wilkan ayat ayat yang bertentangan dengan akidahnya dan membawanaya kepada madzhabnya yang batil guna memalingka manusia dari mengikuti gologan salaf dan jalan petunjuk.
2. Terbebas dari hawa nafsu
sebab hawa nafsu akan mendorong pemuliknya untuk membela kepentingan madzhabnya sehingga ia menipu manusia dengan kata kata halus dan keterangan menarik seperti yang dilakukan golongan Qodariyah, Syi’ah, Mu’tazilah, dan para pendukung fanatik madzhab sejenis lainnnya.
3. Menafsirkan lebih dahulu, Qur’an Dengan Qur’an.
Maksudnya menafsirkan satu ayat Al-qur’an dengan ayat-ayat Al-qur’an lain. Biasanya ayat-ayat Al-qur’an apabila di satu tempat masih global penjelasannya dan ringkas , di ayat lain telah di perinci.
4. Mencari penafsiran dari Sunnah
Karena sunnah berfungsi sebagai pensyarah Al-Qur’an dan penjelasnya.
5. Apabila tidak di temui penafsiran dalam sunnah, maka menggunakan Pendapat Para sahabat.
Hal ini tidak lain karena mereka lebih mengetahui tentang tafsir Qur’an, mengingat merekalah yang menyaksikan qorinah dan kondisi ketika Qur’an di turunkan di samping mereka mempunyai pemahaman (penalaran) sempurna, ilmu yang shohih dan amal yang saleh.
6. Apabila tidak juga di temukan dalam Qur’an, sunnah, atau pendapat para shahabat, maka sebagian besar pendapat ulama’ sepakat untuk mengambil dan memeriksa pendapat tabi’in (generasi setelah sahabat).
7. Pemahaman yang cermat.
Dengan kecermatan pemahaman yang di miliki seorang mufassir, maka mufassir dapat mengukuhkan sesuatau makna atas yang lain atau menyimpulkan makna yang sejalan dengan nas-nas syariat.
8. Memiliki Pengatahuan semua cabang bahasa arab & tentang pokok-pokok ilmu yang berkaitan dengan Qur’an
Di antaranya adalah:
1. Bahasa arab
Bahasa arab sangat penting bagi mufassir karena Al-Qur’an di turunkan seluruhnya dengan menggunakan bahasa arab
2. Ilmu nahwu (gramatika)
Ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan dalam bahasa arab dan perbedaan-perbedaan sesuai dengan perubahan i’robnya.
3. Ilmu Shorof (morfologi bahasa arab)
Ilmu yang mengetahui tentang bentuk-bentuk kata(sighot) dan proses pembentukannya
4. Turunan kata atau akar kata (isytiqaq)
Turunan kata atu akar kata bisa di sebut Ilmu Etimologi
5. Ilmu maa’ani (semantik arab) .
Ilmu yang mengetahui tentang karakteristik kalimat dari aspek pemenuhan makna.
6. Ilmu bayan.
Ilmu yang mengetahui tentang karakteristik kalimat dari aspek kejelasan maksud dan kesamarannya.
7. Ilmu badi’
disiplin ilmu yang mengetahui tentang karakteristik kalimat dari aspek keindahannya (tahsin alkalam) .ilmu ma’ani bayan dan badi’, ketiganya lebih di kenal dengan ilmu balaghah.
8. Ilmu qira’ah (teori membaca)
Ilmu ini sangat di butuhkan karena dalam Al-qur’an banyak di temui bacaan-bacaan Ghorib dan banyak kata-kata yang tidak biasa dalam pembacaannya. Dengan pembacaan yang tepat dan benar maka beberapa segi penafsiran yang terkandung di dalam bagian-bagian Qur’an dapat lebih jelas dan lebih mantap .
9. Ilmu tentang pokok pokok agama ( usul add-din)
Dengan ilmu ushuluddin orang dapat mencari dalil–dalil pembuktian
dari Qur’an mengenai berbagai masalah yang mustahil, yang
wajib dan yang ja’iz (mungkin) .
10. Ilmu usul fiqih .
Ilmu yang dapat mengetahui tentang metodologi penarikan kesimpulan hukum (istidlal dan istinbat).
11. Ilmu asbabu an-nuzul dan qisas.
Ilmu yang mengetahui tentang sebab turunnya suatu ayat dan kisah dalam Al-Qur’an
12. Ilmu Nasikh Manasukh
Ilmu ini di gunakan untuk mengetahui mengenai ayat-ayat yang disisihkan dan ayat–ayat yang menyisihkan yang muhkamat (mengandung makna yang tegas, jelas dan pasti).
13. Ilmu fiqh.
Di gunakan karena fiqih membahas persoalan hukum yang mengatur kehidupan manusia dan Al-Qur’an adalah salah satu sumber hukumnya.
14. ilmu hadist nabi
Ilmu ini digunakan untuk penjelas makna suatu ayat dalam Al-Qur’an Karena sunnah atau hadist Nabi berfungsi sebagai pensyarah Al-Qur’an dan penjelasnya.
15. ilmu yang bersumber dari pemberian Tuhan (mauhibah).
Yaitu ilmu yang langsung di anugrahkan oleh Allah bagi orang yang mengamalkannya. .
Adab mufassir
1. Berniat baik dan bertujuan benar
sebab amal perbuatan itu bergantung pada niat. Orang yang mempunyai (berkecimpung dalam) ilmu-ilmu syari’at hendaknya mempunyai tujuan dan tekad membangun kebaikan umum, berbuat baik kepada islam dan membersihkan diri dari tujuan-tujuan duniawi agar Allah meluruskan langkahnya dan memanfaatkan ilmunya sebagai buah keikhlasannya.
2. Berakhlak baik
karena mufassir bagai seorang pendidik yang didikannya itu tidak akan berpengaruh ke dalam jiwa tanpa ia menjadi panutan yang diikuti dalam hal akhlak dan perbuatan mulia. Kata-kata yang kurang baik terkadang menyebabkan siswa enggan memetik manfaat dari apa yang di dengar dan di bacanya, bahkan terkadang dapat mematahkan jalan pikirannya.
3. Taat dan beramal.
Ilmu akan lebih dapat di terima (oleh khalayak) melalui orang yang mengamalkannya ketimbang dari mereka yang hanya memiliki ketinggian pengetahuan dan kecernmatan kajian-kajiannya. Dan perilaku mulia akan menjadikan mufasir sebagai panutan yang baik bagi (pelaksanaan) masalah-masalah agama yang di tetapkannaya. Sering kali manusia menolak untuk menerima ilmu dari orang yang luas pengetahuannya hanya karena orang tersebut berperilaku buruk dan tidak mengamalkan ilmunya.
4. Berlaku jujur dan teliti dalam penukilan
sehingga mufassir tidak berbicara atau menulis kecuali setelah menyelidiki apa yang di riwayatkannya. Dengan cara ini ia akan terhindar dari kesalahan dan kekeliruan.
5. Tawadlu’ dan lemah lembut.
Karena kesombongan ilmiah merupakan dinding kokoh yang menghalangi antar seorang alim dengan kemanfaatan ilmunya.
6. Berjiwa mulia.
Seharusnyalah seorang menjauhkan diri dari hal-hal yang remeh serta tidak mengelilingi pintu-pintu kebesaran dan penguaasa dari peminta-minta yang buta.
7. Vokal dalam menyampaikan kebenaran,
karena jihad paling utama adalam menyampaikan kalimat yang hak di hadapan penguasa zalim.
8. Berpenampilan baik
Penampilan yang baik dapat menjadikan mufassir berwibawa dan terhormat dalam semua penampilannya secara umum, juga dalam cara duduk, berdiri, berjalan namun sifat ini hendaknya tidak di paksa-paksakan.
9. Bersikap tenang dan mantap.
Mufassir hendaknya tidak tergesa-gesa dalam berbicara tetapi hendaknya ia berbicara dengan tenang, mantap, dan jelas kata demi kata.
10. Mendahulukan orang yang lebih utama dari pada dirinya.
seorang mufasir hendaknya tidak gegabah untuk menfasirkan di hadapan orang yang lebih pandai pada waktu mereka masih hidup dan tidak pula merendahkan mereka yang sudah wafat. Tetapi hendaknya ia menganjurkan belajar dari mereka dan membaca kitab-kitabnya.
11. Mempersiapkan dan menempuh langkah-langkah penafsiran secara baik,
seperti memulai dengan menyebutkan asbabun nuzul, arti kosakat, menerangkan susunan kalimat, menjelaskan segi-segi balaghoh dan i’rob yang padanya bergantung penentuan makna. Kemudian menjelaskan makna umum dan menghubungkan dengan kehidupan umum yang sedang dialami umat manusia pada masa itu dan kemudian mengambil kesimpulan dan hukum.
Adapun mengemukakan korelasi dan pertautan di antara ayat-ayat yang demikian bergantung pada susunan kalimat dan konteks.
Termasuk adab yang harus diperhatikan oleh mufassir adalah ia wajib menghindari perkara-perkara berikut ketika menafsirkan Al-Quran:
1. Terlalu berani menjelaskan maksud Allah ta‘ala dalam firmanNya padahal tidak mengetahui tata bahasa dan pokok-pokok syariat serta tidak terpenuhi ilmu-ilmu yang baru boleh menafsirkan jika menguasainya.
2. Terlalu jauh membicarakan perkara yang hanya diketahui oleh Allah, seperti perkara-perkara mutasyâbihât. Seorang mufassir tidak boleh terlalu berani membicarakan sesuatu yang ghaib setelah Allah ta‘ala menjadikannya sebagai salah satu rahasiaNya dan hujjah atas hamba-hamba-Nya.
3. Mengikuti hawa nafsu dan anggapan baik (istihsân).
4. Tafsir untuk menetapkan mazhab yang rusak dengan menjadikan mazhab tersebut sebagai landasan, sementara tafsir mengikutinya. Akibatnya, seseorang akan melakukan takwil sehingga memalingkan makna ayat sesuai dengan akidahnya dan mengembalikannya pada mazhabnya dengan segala cara.
5. Tafsir dengan memastikan bahwa maksud Allah begini dan begini tanpa landasan dalil. Perbuatan ini dilarang secara syar’i.
berdasarkan firman Allah SWT
“Dan (janganlah) mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kalian
ketahui.” (QS Al-Baqarah: 169).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami Al-Qur’an dan menjelaskan maknanya, serta menguraikan hukum dan hikmahnya. Tafsir adalah aktivitasnya, sedangkan pelakunya disebut sebagai mufassir.
Syarat-syarat yang di perlukan bagi seorang mufassir sangatlah banyak. Dan pada intinya adalah, seorang mufassir harus terjaga kebersihan jiwanya dari sifat-sifat yang kotor, memiliki pengetahuan ilmu-ilmu lainnya sebagai pendukung yang harus dikuasainya diluar kepala, kecerdasan dan kepandaian dalam memahami satu-persatu ayat-ayat Al-Qur’an yang banyak tersirat makna mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
- Al-Qur’an Sang Mahkota Cahaya,Gus Arifin Abu Faqih
- Khalil al-Qattan, Manna’. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Cet. Ke-12. PT. Pustaka Litera Antarbangsa & Halim Jaya Bogor: 2009
- Tholhah, Muhammad, M.Ag. Syarat-Syarat Mufasir. 10.02 WIB 15,09,18 (Jurnal Online, google scholar)
- http://fakhris979.blogspot.com/2016/06/bab-i-pendahuluan-a.html?m=1 di akses pada tanggal 16 Desember 2018 pukul 10.20
Posting Komentar